Suka
Duka Memiliki Suami berkulit Putih dari Belanda.
Suka
Duka Memiliki Suami berkulit Putih dari Belanda.
Tulisan
ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan sejumlah teman dan orang –
orang di Indonesia, yang diajukan melalui akunku, , di Media
sosila..maupun di banyak tempat di Indonesia. Adapun pertanyaan itu
berbunyi “ Enak ya Kak dapat suami dari Belanda” Dan biasanya aku
hanya menjawab dengan senyum dan “ ah biasa saja”. Selanjutnya
“Sudah berapa lama di Belanda Kak” , dan aku jawab dengan muka
sedikit miris, ” sudah 20 tahun , lama banget ya” dan biasanya
tak akan berlanjut lagi..karena kau suka langsung kasi pujian bagai
mereka-mereka, ambil alih perhatian..hehe..
Sesungguhnya
aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan tersebut diatas. Adapun
alasannya adalah saya sesungguhnya tidak ada bahan bandingan material
dengan laki dari susu-suku bangsa yang tinggal di Belanda yang bukan
berkulit putih seperti Suriname, Maroko, Turki, dan 180 warga negara
lainnya yang hidup nyaman, tenteram dan damai di negeri ini. Aku juga
tidak punya bahan bandingan dengan laki-laki Indonesia karena aku
belum pernah menikah dengan mereka, dan aku sejak usia balita telah
ditinggal oleh ayahku dan sejak beliau meninggal dunia ibuku tak
pernah menikah lagi.
Walau
demikian saya akan mencoba sedikit menggoreskan apa yang alami dengan
suami saya dan bahan bandingan Papa Mertua. Sebelumnya silakan baca
(sifat dan karakter) bangsa Belanda ya, biar nggak kepo lagi.
Nah sifat-sifat diatas tentunya di miliki oleh suamiku.
Sebagai
kepala rumah tangga, sebagaimana mestinya dia berusaha menjadi suami
dan ayah yang baik. Dia suka menolong istrinya terutama dalam hal
masak-memasak. Selain hobbynya memang memasak, juga ditambah istrinya
ogah masak tapi doyan makan. Dari berbelanja hingga masak,
selanjutnya cuci piring.
Tidak
jarang juga dia menyapu seluruh rumah bila istrinya lagi
malas-malasan atau terlalu sibuk atau lagi STM alias sibuk tak
menentu. Suka merapikan rumah, jika kelihatan berantakan karena anak
dan istrinya suka meletakkan barang di sembarang tempat. Dengan penuh
perhatian tanpa segan-segannya menawarkan kopi atau teh hangat.
Selanjutnya suka bertanya dahulu sebelum mengambil sebuah keputusan,
suka berkompromi, tipikal negara demokrasi hehe.
Semua
hal-hal yang saya alami ini, pada umumnya di Belanda berlaku seperti
ini. Karena di Belanda hal dan kewajiban suami istri atau pasangan
adalah sama. Perempuan dan laki-laki derajat setara di negeri ini.
Walaupun suami sudah bekerja keras sepanjang hari buat keluarganya,
mereka tetap dengan tanpa merasa dipaksa akan membantu istrinya dalam
hal pekerjaan rumah. Ketika anak-anak masih kecil, suami tidak akan
segan mengantikan popok anak-anaknya, memandikan, menyuapi juga tidak
akan merasa tergangu tidurnya jika anak-anaknya bangun dan merengek
di malam hari.
Lalu
dukanya mana…?
Dukanya
ya…, jika kita tidak berbuat seperti yang mereka harapkan, artinya
kita suka tidak jujur, atau kurang perhatian, atau menyalah gunakan
kebaikan mereka, maka akan terjadi perang hehehe...mereka juga kan
manusia hehehe..
Suami
akan merasa sebel jika saat malas-malas istrinya kelewat batas. Jika
istrinya keluyuran tanpa pemberitahuan. Istrinya pulang terlambat
darimana saja sementara sajian sedap telah dia sediakan. Jika
istrinya menolak sebuah tawaran, atau ide dengan alasan yang tidak
masuk akal.
Pendapatku
bahwa setiap suami , tanpa melihat dari suku bangsanya mempunyai
cara-cara yang unik dan karakter sendiri untuk suami yang baik atau
jahat. Keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga kini tidak
hanya berlaku di Belanda saja, tetapi juga di Indonesia, yag aku
lihta dari suami teman-temanku, dan keponakanku sendiri. Jadi enakkah
bersuamikan seorang laki-laki Belanda ?
Demikian
sepintas ya...Mejuah-juah