Saat asik buat Salad Mangga – Pepaya Thailand yang sedikit rumit tapi lengkap (ajaran Mr Chef saat ikut khursus kilat di Chiang Rai Thailand), aku teringat perjalanan ke sebuah goa di Thailand, tepatnya di sekitar Doi Pha Hom Pok National Park, di tahun 1997 yang lalu..udah lama banget ya..(photonya ntar otak-atik album dulu, dan jepret kalau nggak malas hehee..)
Goresan
ini bukan cerita tentang perjalan tersebut tetapi tentang bahasa
tubuh.
Lokasi
goa ini jauh di dalam hutan, dan hanya bisa dijangkau dengan
kendaraan roda dua, atau Land Lover, itu pun pada musim kemarau.
Seiring dengan matahari pagi, kami berangkat dengan dibonceng oleh
pengendara sepeda motor yang telah kami pesan sebelumnya. Karena
memang lokasi ini jauh, makan waktu kurang lebih 1 jam dan keliling
goa 3 – 4 jam, dan lokasi mesti ditinggalkan oleh setiap orang
setelah jam 4 sore, atau sebelum matahari terbenam (kecuali penjaga
goa dan kuil), dengan alasan ini pengendara sepeda motor melarikan
kendaraan dengan kencang. Jalan yang berlobang dan
berkeok-keok..membuat penumpang belakang mesti pegang erat bahu/atau
peluk erat pengendara, atau pegang erat sisi belakang kendaraan. Aku
pilih yang terakhir. Dan bayangkan rasanya seperti dibanting diatas
jungkat-jungkit..alhasil perut tepatnya peranakanku terasa
sakit...syukur aku masih bisa bertahan.
Sambil mencoba menikmati panorama goa, yang jelas-jelas gelap jika tanpa lampu, aku tetap mencoba berpikir keras, aku mau bilang apa sama pengendara nanti. Sedihnya dia tidak tahu bahasa Inggris, dan suami dan saya tidak tahu bahasa Thailand..genaplah deritaku.
Sambil mencoba menikmati panorama goa, yang jelas-jelas gelap jika tanpa lampu, aku tetap mencoba berpikir keras, aku mau bilang apa sama pengendara nanti. Sedihnya dia tidak tahu bahasa Inggris, dan suami dan saya tidak tahu bahasa Thailand..genaplah deritaku.
Syukur
aku tiba -tiba teringat dengan bahasa isyarat. Akhirnya dengan
membentuk lingkaran buncit keluar perutku, diiringi dengan 1 jari,
berarti anak pertama, dan 3 jari, hamil 3 bulan.., brrr..bum—bumm
nooo...sloow..sloow.sambil memegang perutku bagian bawah...Akhirnya
pengendara mengerti..semua pada tertawa karena senang...ibu-ibu
beberapa ibu-ibu penjual souvenier dan dupa turut berkata bahwa
pengendara mesti hati-hati.., belakangan aku tahu bahwa orang
Thailand tergila-gila dengan farang (orang asing – bule ) terutama
anak kelahiran campuran.
Aku bersyukur banget, karena pada akhirnya pengendara perhatian banget.., sekali-kali aku disuruh jalan karena lobang dan kelok-kelok yang dia anggap terlalu riskan..yang sebel suamiku karena perjalan yang 1 jam kini di tempuh 2 jam..haha...sungguh suami sebel karena memang aku belum hamil...caaailllaaah…
Lain
waktu yang sering terjadi diman-mana.., terutama di negeri yang telah
pernah kami kunjungi dan tanpa saling mengerti bahasa satu dengan
yang lainnya, adalah di counter makanan. Segala jenis makanan tersaji
dengan amat menarik dan kelihatnnya amat enak...tetapi pedasnya bukan
main.., bisa – bisa diare kelas berat atau ambeien kumat
karenanya...bahasa syarat yang serih ku celposkan
adalah...huuuh…!..haaaa..!, sambil kipas-kipas mulut dan tunjukkan
makanan...biasanya kalau enak dan tidak pedas pedagang pada
jawab...hmm..mmmauaah...nyammi nyammiii…hahaa...
Pada
saat nulis cerita ini aku jadi teringat seseorang yang ku temui di
Perpustakaan, wanita yang pekak..tetapi tidak tuli, dia bisa menulis
tetapi tidak bisa membaca bibir…
Dengan
susah payah dia menyapaku “sesungguhnya aku tak ingin diganggu”,
dengan melempar senyumnya beberapa kali ketika aku sedikit angkat
kepala saat membuka lembaran buku yang sedang aku baca. Awalnya aku
tidak sangka bahwa dia pekak, dia mengerti apa yang aku ucapkan,
tetapi sebaliknya aku tak mengerti sama sekali yang dia ucapkan..ku
coba membaca bibirnya, juga tak dapat aku mengerti...tetapi kami
tidak kemasukan akal. Karena dia bisa membaca, maka aku ambil selebar
kertas kosong lepas yang selalu ada diantara buku catatanku. Dan kami
berkomunikasi lewat tulisan...melalui huruf-huruf...eh apa ini juga
disebut bahasa isyarat…?
Lain
waktu aku pernah kepepet mau ke toilet ketika traveling e Korea
Selatan…, karena nggak mau cari dulu toiletnya dan bertanya jika
tidak ketemu, kali ini aku tanya langsung biar cepat., nyata-nyata
pemilik warung tidak tahu , WC, atau toilet..akhirnya...pegang
pinggang...seolah-olah buka celana dan jongkong...hahaaa...langsung
mengerti deh...legaaa…
Akhirnya
kusimpulkan bahwa, bahasa syarat adalah cara komunikasiyang hebat
terutama saat sedang betualang. Karena walaupun kita tidak pernah
pernah belajar bahasa isyarat, hendahlah mencoba menguasai beberapa
saja.
Selamat
berpetualang..