Matahari pagi ini
cerah sekali, burung-burung bernyanyi dan melompat ceria diantara
pepohonan dan ranting-ranting tanaman kebun di belakang rumah. Cherry
blossoms (bunga sakura) berkembang manis, membuat keindahan pagi
ini terasa sempurna.
Baru saja aku ingin
meneguk teh hangat di pagi ini, telepon di rumahku tiba – tiba
berdering, nyatanya suamiku dari London. Di setiap akhir kwartal dia
sering bekerja di luar negeri selama beberapa hari.
“Saya senang kamu
masih di rumah” ucap suamiku.
“ Ya...minum dulu
baru pergi belanja, ada apa sayang ?” Tanyaku.
“ Ya.., saya lihat
perkiraan cuaca bahwa hari ini indah sekali, saya ingin ke
Amsterdamse Bos ‘ sebelum lunch time saya akan tiba
di rumah” serunya dari seberang dan menutup telepon
“ Bukakah kamu
berada di London ?” tanyaku. Tetapi telepon di seberangsa sana
telah dimatikan.
Beberapa jam
kemudian.
“ Indah sekali
hari ini, mari kita ke Amsterdamse Bos…, ini tahun ketiga Cherry
blossom sumbangan Perkumpulan Orang Jepang. Saya dengar indah sekali
“ ucap suamiku berturur-turut setiab di rumah.
Dengan cepat-cepat
kupersiapkan bekal seadanya. Hups, here we go, dan
mendayung pedal sepeda menuju Amsterdamse Bos.
Diperjalanan Partic
lebih banyak diam. Biasanya dia banyak cerita tentang apa yang kami
lihat disepanjang jalan.
“ Kamu banyak diam
hari ini mengapa ? Kamu juga lebih cepat kembali dari London. Apa
bisa kau meninggalkan pekerjaan begitu saja ?” Apa yang terjadi ?”
tanyaku bertubi-tubi.
“Nanti akan aku
ceritakan semuanya” jawab Patric.
Hati kecilku
benar-benar bertanya – tanya, karena suamiku tak pernah bersikap
seperti ini. Apa dia punya wanita lain ?, Apa dia kena penyakit yang
mengerikan ? Apakah dia bakalan di PHK ?
Aku nggak bisa
bayangkan skenario apa yang akan aku hadapi.
Hot
coklat manis , dan sandwich daging ayam kesayangan Patric
telah habis kami santap sambil menikmati indahnya bunga sakura.
Biasanya pada saat-saat begini Patric akan meletakkan tangannya di
bahuku dan mendekatkan dirinya denganku Tetapi kali ini sikapnya
lain. Dia tak bereaksi sama sekali ketika aku coba merebahkan
kepalaku ke bahunya.
“Sri
hari ini aku harus berkata jujur kepadamu. Kuharap engkau tidak
memotong pembicaraan, sehingga aku selesai bercerita” ucap Patric
memelas sambil menggengam kedua tanganku.
“Ya..ceritakanlah”
jawabku dengan hati was-was.
“Sesungguhnya aku tidak berada di London beberapa hari yang lalu.
Aku di Paris bersama seseorang. Sri sesungguhnya aku amat berbahagia
bersamamu, sebagai istriku, sebagai ibu dari anak-anakku. Setiap
laki-laki akan mersakan yang sama jika mereka bisa memilikimu dan I
love you very much. Dibalik kebahagiaan kita sesungguhnya aku
amat sangat menderita. Jujur aku berkata bahwa
sejak remaja ada rasa yang aku coba kubur sedalam-dalamnya. Tak
seorangpun yang tahu, juga orangtuaku bahwa aku mengagumi sejenisku.
Dan pada akhirnya aku jatuh cinta, namanya Jeroen. Bersamanyalah aku
menghabiskan waktu di Paris beberapa hari yang lalu. Maafkan aku”
ucap Patric sambil menangis.
Bagaikan
petir yang tiba meledak rasanya mendengar suara Patric, bagaikan
tersiram air panas seluruh tubuhku. Jantungku terasa ditusuk ratusan
jarum yang tajam. Sakit dan marah begitulah yang kurasakan ketika
mendengar kejujuran Patric. Tubuhku bergetar menahan marah, aku
murka. Kepalaku terasa dipukul dengan pemukul bola kasti. Aku
benar-benar tidak percaya akan apa yang barusan aku dengar. Ucapan
suamiku, orang yang kucintai, orang yang kubuat bahagia. Orang yang
membuatku bahagia. Bapak dari anak-anakku.
Tanpa
berucap sepatah katapun kau langsung ambil sepedaku, mendayungnya
sekencang mungkin. Aku tak lagi melihat orang di jalan, beberapa kali
aku hampir menabrak anak orang, anjing orang. Aku membentak mereka
sekuatnya. Biarlah dunia tahu aku marah. Aku hampir ditabrak mobil
ketika menyeberang jalan tanpa melihat lampu merah. Tiba di rumah aku
marah menjerit dan menangis sejadi-jadinya.
Musim semi yang sempurna
adalah awal derita panjangku.