Suamiku Patric Menjadi Patricia (2) : Kecupan Pertama di pinggir Danau Toba


Suamiku Patric Menjadi Patricia (2) : Kecupan Pertama di pinggir Danau Toba

 

Sejak pertemuan pertama dengan Patric hari-hariku tak lagi seperti beberapa tahun sebelumnya, setidaknya ada teman bercanda dan bermain, dia menjadi sahabatku. Jujur saja kehadirannya memberiku semangat untuk menyesaikan skripsiku secepatnya, mungkin karena kami sering juga belajar bersama. Disela-sela kesibukannya menyelesaikan peneliatian pengambilan Sarjana Treasury, dia selalu menyempatkan diri hadir di rumah orangtuaku.


Hobbynya bermain catur membuat dia lebih sering datang untuk bermain catur dengan Bapak dan terutama karena dia ingin menguasai Catur Karo yang baginya amat menarik. Dia tak lagi segan untuk hadir di rumah kami walau tanpa kehadiranku.

Dia datang dan pergi sesuka hatinya dan sering juga menikmati makan malam masakan nande. Dia telah menjadi bagian keluarga ini. Tetangga yang awalnya mencibir kini ramah karena sifat Patric yang luwes dan suka menegur semua orang dengan ramah. Hari-hari libur sering kami jalan berdua, aku menjadi teman dan sekaligus Tour Leadernya ketika ia ingin berkunjung ke tempat pariwisata di Sumatera Utara.


Dua minggu sebelum penelitian Patric berakhir setelah hampir 2 tahun di Medan, dia minta izin ke Bapa dan Nande , agar mengizinkanku bersamanya mengabiskan waktu beberapa hari di Danau Toba. Entah kekuatan apa yang membuat Bapa dan Nande mengizinkan, yang mana sesungguhnya mereka amat streng dan tegas dalam hal ini.

Senja itu udara Parapat amat menyenangkan, angin sepoi-sepoi basah menerpa lembut di wajahku, langit jingga mengiasi cakrawala, sejenak penguasa cahaya akan kembali keperaduannya, indah dan hikmah kurasakan tiada tara, dan aku merasa amat dekat dengan Sang Pencipta. Dan pada saat itu tiba-tiba Patric meletakkan tangannya di bahuku, mendekatkan wajahnya diwajahku, menggenggam kedua tanganku dan bertanya : “ Sri Ulina beru Brahmana, wil you marry me..?”

Aku terkejut dengan pertanyaan Patric, aku tak bisa menjawab. Sanking terkejutnya aku menarik tanganku dari genggaman Patric tetapi dia tidak melepaskannya. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Bingung, terkejut ? Saya benar-benar tidak tahu. Belum juga lepas dari kebingungan Patric telah mencuim bibirku dengan lembut. Memelukku, mencium keningku dengan dalam dan selanjutnya berkata:

“ Kau tidak perlu memberiku jawaban sekarang, Kau cukup memberi jawaban dengan menunggu kembali 3 bulan lagi “ lanjutnya.
“Kalaupun hatimu tertutup untukku, aku tetap akan bahagia karena aku telah mengungkapkan hatiku untukmu yang telah kupendam satu tahun lamanya. I care about you very much, kalaupun engkau menolakku, aku akan tetap buktikan dengan kehadiranku kembali, bahwa aku bukan sama dengan impalmu” ucapnya.

Setitik air mata Patric menetes di keningku. Aku tidak tahu apakah itu airmata bahagia, atau karena lega telah melepaskan perasaannya yang terpendam.

Malam itu, aku tak lagi banyak bicara. Canda Patric hanya kubalas dengan senyum. Aku benar-benar bingung. Aku sayang pada temanku ini, sahabatku ini, sungguh. Jujur saja riak-riak cemburu sesungguhnya sering muncul dihatiku ketika ada gadis-gadis cantik bercanda dengannya. Ketika anak gadis tetangga berusaha dekat dengannya, tetapi yang kurasakan bukan cemburu karena jatuh cinta, tetapi cemburu takut kehilangan sahabat. Lain dengan Patric, dia kelihatan jauh lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Dia memelukku dan mencium keningku berulang-ulang. Kadang dia merebahkan kepalaku didadanya kemudian mencium rambutku. Entah kekuatan apa yang telah membelungguku hingga aku hanya kakau dan pasrah saja.

“ Bolehkah aku minta big huge dan kiss me good night, pertanda kau sayang denganku ?” Pintanya sebelum memasuki kamarnya, dan aku melakukannya.


(bersambung)


Note : Cerita ini telah dipublish sebelumnya di Sorasirulo