Nuansa Keindahan di Setiap Bulan Desember di Belanda



Selamat berakhir minggu !” Ucapku kepada teman sekerja yang masih sibuk berbenah pulang ke rumah. “Wou dingin sekali !” seruku pada diri sendiri dan secepatnya mengenakan sarung tangan dan tutup kepala serta menguatkan sjaal sehingga leher dan tengkukku terlepas dari udara yang menusuk ke tulang sum-sum saat melangkah keluar dari pintu tempat ku mencari nafkah. Jam sudah menunjukkan pukul 17.33, berarti aku harus menuggu tram berikutnya 12 menit lagi.
Sambil menunggu tram kucoba menghilangkan lelah dan melupakan pekerjaan hari ini sehingga tiba di rumah nanti pikiran dan hatiku sepenuhnya buat suami dan putriku. Tanpa sengaja kulayangkan pandanganku ke rumah-rumah penduduk di seberang halte.

Aku sedikit terkejut melihat lilin – lilin yang telah dinyalakan dan juga pohon natal yang berdiri indah. Ah! Aku hampir lupa bahwa hari ini, minggu pertama bulan Desember telah berlalu.



Tanpa aku sadari nyatanya bulan Desember memberi warna tersendiri dalam hidupku walaupun aku bukan seorang Kristen yang aktif dan sejati( aku hanya mampu mengucapkan Trimakasih kepada Sang Maha Abadi saat bangun tidur dan mau tidur dan sebelum menyantap segala jenis makanan, itupun hanya dalam hati)

Tiap kali Desember tiba aku teringat kembali percakapan sederhana dengan Nande ketika aku masih anak ingusan. “ Mengapa kita merayakan Natal secara besar-besaran dan Paskah tidak ?”tanyaku pada Nande. “Karena tanpa kelahiran tidak ada kematian, dan kelahiran adalah awal daripada kehidupan di dunia ini” jawabnya sederhana tanpa menoleh dan tetap sibuk mempersiapkan adonan “Kue Bawang” makanan kesenanganku. Biasanya dia akan mempersiapkannya agak banyak sehingga setelah perayaan Natal dan Tahun baru aku masih dapat menikmatinya sambil menghalau burung dari ladang padi yang sedang menguning, dari atas pantar . “Karena itukah anak orang kaya merayakan ulang tahunnya?” tanyaku selanjutnya. Sambil tersenyum dia menjawab: “Pertanyaanmu ada-ada saja anakku”

Seperti biasanya jika Desember tiba, kota dimana kini aku bertempat tinggal, Amsterdam, berubah menjadi kota yang amat indah terutama di malam hari. 

Hampir semua pepohon di sepanjang trotoar dihiasi dengan lampu-lampu natal yang indah. Jalan- jalan yang tidak memiki pepohonan pun tidak luput hiasan ini. Di depan toko dan bangunan pusat perbelanjaan juga turut dihiasi dengan indah. 

Selanjutnya hampir di setiap rumah penduduk( kristen, penganut kepercayaan, atheis, dan agama lainnya) akan berdiri pohon natal yang dihiasi dengan warna-warna amat indah, dari ukuran kecil sampai ke langit-langit, yang terbuat dari plastik maupun benar-benar dari pohon cemara hidup. Bahkan kadang-kadang banyak orang yang mengabiskan waktu dan biaya yang cukup tinggi untuk menghiasi pohon natal ini. Lampu-lampu hiasan berbagai bentuk hewan kesenangan, ayam, kelinci, rusa dan anjing juga turut menyemarakkan ruangan.

Jika Hari Natal tiba, berarti pesta, setiap keluarga berusaha mengadakan acara makan malam bersama, di rumah orang tua, anak ataupun di restoran. Yang mereka sajikan adalah makanan yang dianggap benar-benar istimewa, kalkun, sejenis kancil, kelinci dan juga minuman beralkohol yang berkualitas tinggi. Pesta akan dimulai dengan acara makan ringan dan minuman champanye dilanjutkan dengan acara tukar menukar kado sebelum perut diisi dan kepala sedikit onyong karena terlalu banyak minum alkohol.

Pada tahun-tahun pertama menikmati Desember dan merayakan Natal di negeri kincir angin ini aku dapat menikmatinya karena merupakan hal yang baru bagiku. Memberi dan menerima hadiah yang manis- manis dari orang yang mencintai dan kita cintai tentu amat menyenangkan.

Setelah beberapa Natal berlalu semakin jelas bagiku apa yang selama ini menjadi suatu kejanggalan di mataku. Natal bukan lagi memberi arti yang amat besar di negeri ini. Pesta Natal adalah Pesta tanpa makna, sebuah kebiasaan. Pohon natal yang berdiri indah dan megah di setiap rumah penduduk hanyalah hiasan di bulan desember. Natal di negeri ini terasa dingin dan kaku karena tidak lagi diiringi lagu-lagu natal yang ceria, ataupun senandung “Malam Kudus” yang lembut, yang menggetarkan jiwa mengukuhkan rohani. Jangan berharap jika kita berkunjung ke tempat keluarga, teman ataupun tetangga akan mendengar lagu-lagu yang suci ini, kecuali di pusat-pusat perbelanjaan( shopping Center, dan Plaza)itu pun amat lembut, hampir tidak kedengaran.
Pesta Natal di negeri ini adalah pesta kado, yang sejak November telah di persiapkan bahkan banyak juga yang telah mempersiapkannya sejak awal tahun ( musim sale = korting). Kini aku menganggapnya hanyalah sebuah pekerjaan rutine. Membeli dan mempersiapkan kado kepada setiap orang yang ingin aku hadiahi dan menyerahkannya pada tanggal 25 Desember, klaar. Pesta Natal yang hanya berlangsung satu hari tetapi menyita waktu dan energi yang amat tinggi.

Jika bulan indah ini tiba rasa rindu akan Tanah Karo semakin mengiris, terutama karena aku tidak menemukan keindahan yang mampu menguatkan jiwaku untuk lebih dekat dengan Sang Maha Abadi. Rindu akan senandung nyanyian surga yang sayup-sayup terdengar terbawa angin senja. Terkenang akan tawa lepas bocah-bocah tak berdosa yang sedang latihan tari-tarian dan kelincahan mereka menari sambil memuji sang Suci. Teringat akan ketampanan kaum bapak dengan seragam natal mereka yang sederhana dan juga kecantikan ibu-ibu yang mengenakan seragam sarung kebaya dengan selendang uis gara yang mereka sematkan. Pesta Natal di Tanah Karo tak pernah disertai dengan acara membuka kado, namum kemegahannya takkan pernah lepas dari jiwa. Seperti kata Nande suatu kali,” Nakku Pesta Natal bukan berarti makanan, baju baru, sepatu baru ataupun kado. Lihat, perhatikan dan nikmatilah Pesta Kebaktian Natal dengan sepenuh hati, sehingga kamu bisa mengerti apa isi dan artinya Natal.” Pohon Natal yang dihiasi juga tak pernah berlebihan, sederhana saja, namun tak mengurangi keindahannya dan merupakan bagian dari keceriaan yang dirasakan. Ceria Desember yang berlangsung berhari-hari terasa tak pernah melelahkan tetapi senantiasa menyenangkan hati. 

 

Daar is mama!” Seru putriku gembira dan meyambutku dengan ciumannya. Kupeluk dan kuciumi pipinya beberapa kali sambil berkata; ” Schat, morgen gaan we kerstboom versieren daarna maakt Mama speciale cake voor je” (Sayang, besok kita aka mengias pohon natal dan Mama buatkan special kue buatmu). “Ah, nyatanya lamunanku akan warna Desember panjang sekali sehingga tak menyadari bahwa aku telah tiba di rumah.” bisikku dalam hati.

*Tram ; adalah kereta api kecil yang berfungsi sebagai angkutan umum di kota-kota besar Belanda dan beberapa kota besar lainnya di Eropah Barat.

Note : Tulisan ini telah pernah dimuat di media cetak Sora Sirulo
Image; google and s.jawak


                                                     *************************