Satu sore ketika aku bertanya kepada anakku mengapa dia belum membereskan tempat tidurnya ; dia telah berjanji sejak pagi hari. Jawabannya : „mama juga sering sekali tidak menepatinya janjinya bahkan banyak yang mama lupakan.."
Jawabannya ini mendorongku untuk merenung sejenak : Apakah sesungguhnya yang telah aku lakukan ?
Kenyataannya bahwa, tanpa kita sadar akan akibatnya, kita dengan mudah mengucapkan janji kepada anak-anak kita. Berjanji akan memeriksa hasil gambarannya, menggantungkan hiasan manis di kamarnya, menempel baju kesayangannya yang koyak, menjahit kembali bonekanya yang robek dan sebagainya.
Dengan
mudah kita sering ucapkan :
Ya
nanti mama akan...... Ya besok mama akan..... . Ya nanti pasti
mama..... Ya mama janji...
tanpa
berpikir lebih dahulu apakah kita punya waktu untuk memenuhinya.
Dan
kita sering menjawab : Sorry sayang......Sorry sayang mama mesti
selesaikan dahulu ini dan itu.....Sorry sayang mama mesti....Sorry
sayang mama masih....
Dari
ucapan kita secara tidak langsung anak-anak akan merasa bahwa mereka
tidak penting dimata kita, mereka merasakan bahwa mereka duduk di
kursi kedua ataupun kursi ke sepuluh dan selanjutnya kita
meletakkannya di pojok. Bagaimana kita berharap agar anak menepati
janjinya sementara kita sendiri tidak memberi contoh yang
benar?
Sejak
sore itu, aku berusaha untuk tidak lagi dengan mudah mengucapkan
janji buat anakku. Ucapan-ucapan : Mama akan..., mama janji..., mama
pasti...,
aku
ubah menjadi : Mama lihat dahulu waktu mama ya....dan mama tidak
berjanji.....Dengan demikian anakku juga tidak berharap. Selanjutnya
aku memberi surprise-surprise kecil yang dia tidak harapkan.
Hasilnya
benar-benar menakjubkan. Anakku menepati semua janji yang dia ucapkan
dan benar-benar konsekuen. Indah bukan ?